Jakarta,Metapos.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Dewan Energi Nasional (DEN) telah menyusun Grand Energy Strategy Nasional tahun 2020 hingga 2040, di mana salah satu targetnya menyebutkan pemerintah akan menyetop ekspor bahan bakar minyak (BBM).
Tenaga Ahli Menteri nergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Kelistrikan Sripeni Inten Cahyani mengatakan, dalam Grand Design tersebut jug tlah ditemukan kajian bahwa Indonesia memerlukan setidaknya 13 juta kendaraan listrik mengaspal pada tahun 2030 agar kegiatan impor BBM dapat dihentikan.
“Menteri ESDM sebagai Ketua Harian DEN membuat atau menyusun Grand Energy Strategy Nasional 2020-2040, dimana salah satu targetnya 2030 tidak lagi melakukan impor atau setop impor BBM. Ditarik mundur ke belakang ketemunya 13 juta sepeda motor listrik,” ujar Sripeni dalam Diskusi bertema ‘Menkar Regulasi Ekosistm Kendaraan Listrik’, Rabu, 29 November.
Sripeni juga mengakui jika target tersebut sangat berat untuk dilakukan. Apalagi dengan jumklah konversi motor listrik yang masih jauh dari target yang dipatok pemerintah.
“Untuk mencapai 13 juta sejujurnya itu target yang luar biasa besar, tantangannya sangat berat. Namun itu adalah hitung-hitungan bagaimana kita menjaga ketahanan dan kemandirian energi,” kata dia.
Dalam mencapai target tersebut, kata dia, pemerintah telah menetapkan sejumlah kebijakan agar mendorong ekosistem kendaraan bermotor berbasis baterai di tengah masyarakat.
Salah satu lamngkah yang dilakukan adalah melalui Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Untuk menjalankan aturan ini pemerintah telah menyediakan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang hingga saat ini telah berjumlah 842 unit dan SPBKLU sebanyak 1330 unit.
Sripeni juga meminta Kementeri dan Lembaga untuk menjadikan kendaraan listrik sebagai kendaraan operasional
“Jadi pemerintah ingin beri contoh dengan APBN. Balik lagi bagaimana peran pemerintah, keseriusan pemerintah, untuk gunakan APBN untuk belanja kendaraan listrik namun ini juga masih belum bergerak,” kata dia.
Ia juga menyoroti kendala yang diharapi K/L saat menetapkan kendaraan listrik sebagai kendaran operasional, salah satunya standar biaya yang tidak sesuai, dan ketidaksesuaian antara pagu anggaran kementerian dengan harga kendaraan listrik.
“Dan pada waktu ini dikeluarkan di September, belum ada revisi anggaran sehinggga masih stuck, masih sedikit yang pakai EV,” pungkas Sripeni.