JAKARTA,Metapos.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan bahwa kondisi saat ini masih terus diliputi ketidakpastian yang berlanjut. Setelah pandemi COVID-19 terjadi dua tahun lalu, dinamika global kini diperberat oleh krisis Eropa Timur antara Rusia dan Ukraina yang berimbas ke berbagai sektor.
“Banyak negara sekarang menghadapi tekanan luar biasa, baik itu politik, ekonomi dan sosial karena kenaikan harga minyak, energi serta pangan. Itu bukan sesuatu hal yang sepele,” ujarnya dalam agenda Peluncuran Merdeka Belajar bersama Menteri Pendidikan dan rektor perguruan tinggi pada Senin, 27 Juni.
Menkeu menjelaskan dalam kondisi ini RI memang mendapatkan keuntungan karena merupakan negara penghasil komoditas alam. Akan tetapi penerimaan yang dihimpun kemudian dioptimalkan sebagai modal untuk kepentingan rakyat.
“Indonesia mengambil keputusan bahwa kenaikan komoditas menghasilkan windfall yang digunakan untuk melindungi masyarakat, melindungi pemulihan ekonomi, dan melindungi kesehatan APBN. Tiga tujuan itu semuanya penting,” tuturnya.
Menurut Menkeu, negara perlu melakukan upaya perlindungan mengingat tidak mungkin semua tekanan kenaikan harga diteruskan ke masyarakat karena bakal mengganggu daya tahan ekonomi.
“Rakyat tidak bisa diandalkan mengambil shock seluruh kenaikan itu. Kalau tidak berarti seluruh BBM itu sudah naik paling tidak dua kali lipat. Tidak mungkin juga semua di-carry over ke BUMN seperti Pertamina dan PLN. Maka dari itu subsidi harus naik,” katanya.
“Tahu berapa subsidi yang harus kita berikan? Rp380 triliun, on top Rp154 triliun. Jadi bapak/ibu sekalian bisa jadi menikmati dalam bentuk listrik atau kalau tadi kesini naik mobil. Bahkan saat anda berargumentasi pakai pertamax, ternyata pertamax itu masih jauh di bawah harga (ekonomisnya). Anda sebenarnya menikmati subsidi,” tegas dia.
Sebagai informasi, anggaran subsidi maupun kompensasi energi pada tahun ini melonjak signifikan sejalan dengan upaya pemerintah melindungi masyarakat dari tekanan harga. Komitmen penambahan anggaran itu sejalan dengan proyeksi pendapatan negara yang diyakini akan naik Rp420 triliun dari target APBN 2022.