Jakarta, Metapos.id – Bank Indonesia (BI) menilai kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) berpotensi meningkatkan inflasi di negara tersebut sehingga menambah ketidakpastian di pasar global.
“Jadi kebijakan yang sama-sama kita ketahui terkait dengan tarif. Tarif ini tentunya akan membuat inflasi Amerika Serikat yang tadi dari sisi demand, yang dari sisi permintaan juga akan semakin tinggi, dari sisi tarif juga akan membuat inflasi Amerika Serikat lebih tinggi,” ujar Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) BI Juli Budi Winantya dalam Pelatihan Wartawan BI, Jumat, 7 Februari.
Juli menyampaikan kedua yaitu terkait kebijakan pemotongan tarif pajak korporasi turut berperan mendorong permintaan domestik, yang pada akhirnya memicu inflasi lebih tinggi meskipun mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, insentif pajak tersebut juga berimplikasi pada meningkatnya defisit fiskal AS, sehingga membutuhkan pembiayaan lebih besar.
Di mana defisit yang meningkat akan menyebabkan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
“Jadi ini juga akan berpengaruh terhadap kenaikan yield dolar AS karena kenaikan defisitnya,” jelasnya.
Juli menyampaikan yang ketiga yaitu terkait, kebijakan deportasi atau pengetatan terhadap tenaga kerja ilegal, diperkirakan akan memperketat pasar tenaga kerja di AS, yang juga berpotensi menaikkan tingkat inflasi.
Juli menyatakan bahwa kebijakan tarif, kebijakan pajak, dan kebijakan tenaga kerja dapat menyebabkan ketidakpastian di pasar global.
Hal ini berdampak pada beberapa hal, antara lain inflasi yang lebih tinggi dan ekspektasi penurunan Federal Fund Rate (FFR) yang berbeda-beda, sehingga proses penurunan tersebut akan lebih lambat dari perkiraan semula.
Juli menyampaikan inflasi yang lebih tinggi disebabkan oleh faktor demand dan kenaikan harga yang dipengaruhi oleh kebijakan tarif. Selain itu, kebijakan pajak juga berdampak pada defisit fiskal dan yield, yang menyebabkan imbal hasil di AS lebih menarik, sehingga menambah ketidakpastian di pasar global.