JAKARTA,Metapos.id – (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyatakan bahwa kemiskinan masih menjadi sebuah masalah di Indonesia. Menurut dia, persoalan ini sudah menjadi hal klasik dari pemerintahan ke pemerintahan.
Suahasil menjelaskan, pengentasan kemiskinan terus mengalami evolusi kebijakan selama 50 tahun belakangan ini. Anak buah Sri Mulyani itu lantas memberikan contoh ketika pemerintah di dekade 70-an, yang kala itu masih dipimpin oleh Presiden Soeharto, melakukan upaya menghapus kemiskinan melalui Instruksi Presiden (Inpres).
“Disini presiden memberikan instruksi khusus yang menyediakan infrastruktur di area rural, seperti sekolah, sarana kesehatan, jalan raya, pasar dan sebagainya. Ini terus berevolusi setiap waktu,” tuturnya ketika berbicara dalam dialog bertema Multidimensional Poverty in the Midst of the COVID-19 Pandemic pada Rabu, 27 Juli.
Menurut Suahasil, arah kebijakan kemudian berubah pada awal dekade 90-an dengan berdasar pada lokasi geografis penduduk.
“Inpres lalu berubah menjadi Inpres Desa Tertinggal yang mana targetnya adalah berdasarkan letak geografis dan bukan sektornya,” katanya.
Lebih lanjut, Suahasil menerangkan jika dalam perkembangannya kebijakan pemerintah lalu fokus pada pemberian uang langsung ke desa alias transfer pemerintah pusat ke desa (dana desa).
“Dana ini sekitar 2 persen dari bujet (APBN) kita dan bersifat transfer langsung dari pusat ke 75.000 desa di seluruh Indonesia. Penggunaan uangnya terserah dari pengelola desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan musyawarah masyarakat setempat,” ucapnya.
Kemudian, sambung dia, di era masa kini pemerintah kemudian melakukan pembaharuan dengan mengumpulkan data per individu. Cara ini dinilai Suahasil paling efektif untuk memastikan program dapat efektif sekaligus tepat sasaran.
“Kita menggunakan data ini untuk menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT). Data yang sama juga digunakan untuk berbagai program serupa dari pemerintah, seperti pemberian beras, perlindungan kesehatan. Inilah pentingnya sebuah single data yang digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan,” tegasnya.
Mengutip laporan yang dilansir Kementerian Keuangan diketahui bahwa salah satu program strategis pemerintah untuk menyelesaikan kemiskinan tertuang dalam skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022.
Dalam kebijakan PEN negara menyediakan total anggaran sebesar Rp455,62 triliun, dimana realisasi sampai semester I 2022 untuk klaster perlindungan masyarakat tercatat sebesar Rp60,2 triliun.
Uang itu digunakan pemerintah untuk memberikan bantuan tunai bersyarat melalui Program Keluarga Harapan (PKH), penyaluran bantuan pangan nontunai melalui program Kartu Sembako, bantuan biaya pelatihan dan insentif Pra Kerja, BLT desa, bantuan warung dan pedagang kaki lima, serta BLT minyak goreng.