JAKARTA,Metapos.id – Perekonomian Indonesia diprediksi tetap akan tumbuh di semester II 2022. Jika pemerintah bisa menjaga momentum positif pertumbuhan ekonomi dengan menjaga daya beli masyarakat, maka diprediksikan Indonesia bisa bertahan dari tantangan di 2023.
“Penopang pertumbuhan akan berasal dari konsumsi rumah tangga seiring masih longgarnya PPKM (naiknya mobilitas publik). Lalu ada konsumsi jasa pendidikan yang secara seasonal pasti akan meningkatkan konsumsi rumah tangga, lalu ada gaji ke 13 PNS juga,” ujar Ekonom Bank Mandiri Faisal Rahman, Selasa, 9 Agustus.
Kata Faisal, pada bulan Agustus ini ada momen yang akan mendorong konsumsi. Misalnya, diskon hari kemerdekaan, bansos termasuk bantuan langsung tunai (BLT), dan subsidi guna menahan penurunan daya beli golongan tidak mampu akibat naiknya inflasi.
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia berdasarkan besaran PDB kuartal II 2022 mencapai Rp4.919,9 triliun atau tumbuh sebesar 5,44 persen.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan akan bahwa pemerintah akan berusaha untuk mempertahankan ekonomi di level yang baik untuk sisa semester II tahun 2022. Salah satu sektor yang diharapkan akan mendorong pertumbuhan adalah belanja Kementerian dan Lembaga.
Menurut Faisal, untuk tahun ini serapan belanja pemerintah di semester satu sudah lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Namun, kata dia, yang masih belum maksimal justru belanja pemerintah daerah.
“Sebenarnya untuk pemerintah pusat akselerasi belanja guna mendukung pemulihan ekonomi sudah mulai terasa. Namun yang belum memang masih di pemerintah daerah karena masih ada dana-dana yang belum direalisasikan,” ungkap Faisal.
Perkuat Daya Beli
Sementara itu, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi (AKSES) Indonesia Suroto mengatakan pemerintah harus menguatkan daya beli masyarakat untuk menjaga perekonomian Indonesia.
Lebih lanjut, Suroto menjelaskan fondasi ekonomi Indonesia terletak pada konsumsi domestik. Karena itu, kata dia, yang patut dilakukan adalah menjaga keberlangsungan dan keberadaan sisi permintaan domestik yang terkait erat dengan daya beli masyarakat.
“Yang terpenting ketika 60 hingga 70 persen fondasi ekonomi adalah konsumsi, otomatis yang perlu diselamatkan adalah demand side, daya belinya,” ujar Suroto.