JAKARTA,Metapos.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa isu perubahan iklim sudah menjadi kekhawatiran (concern) yang luar biasa penting di hampir semua negara.
Menurut dia, para petinggi dunia sudah berkomitmen untuk ambil bagian dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau dikenal juga sebagai COP27 di Mesir dalam dua pekan mendatang.
Kata Menkeu, salah satu yang menjadi fokus utama adalah indikasi peningkatan suhu global saat ini.
“(Pertemuan ini) Meyakini pada tahun 2100, jika keadaan masih seperti sekarang, dunia akan menjadi lebih hangat 2,6 derajat celsius,” ujanya dalam seminar bincang APBN 2023, Jumat, 28 Oktober.
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, proyeksi peningkatan suhu tersebut sudah melewati toleransi yang telah ditetapkan bersama pada 2015.
“Kita saat itu sudah berikrar bumi tidak boleh melewati suhu 1,5 derajat celcius. Mungkin bagi sebagian anda bingung karena merasa tidak terlalu berpengaruh, seperti ketika menggunakan penyejuk udara (AC). Tapi dalam konteks bumi ini berbeda,” tuturnya.
Dia mengungkapkan, jika peningkatan suhu yang tergolong tinggi bakal berdampak signifikan terhadap bumi.
“Anda tidak tahu kalau bumi menghangat 1,5 derajat celcius atau lebih, maka tidak hanya kutub utara atau selatan yang mencair tapi juga pola musiman berubah sama sekali. Oleh karena itu sekarang betapa banyak bencana alam akibat sudah tidak ada lagi pola yang dianggap normal atau seperti biasanya,” jelas dia.
Bendahara negara bahkan menyebut jika kondisi ini sudah pasti memberikan dampak ‘mengerikan’ bagi kehidupan manusia di masa mendatang.
“Musim kering bisa panjang sekali yang kemudian menyebabkan kebakaran hutan. Lalu musim hujan juga bisa menjadi sangat ekstrem sampai terjadi tanah longsor dan banjir. Semua itu mengancam manusia,” tegasnya.
Apabila dugaan itu benar maka sisi ekonomi sudah dipastikan turut mendapat ancaman yang sama.
“Kalau perekonomian dan semua kegiatan manusia saat ini memproduksi karbon terlalu banyak, maka itu yang disebut dengan market failure,” katanya.
Untuk itu, pemerintah kemudian menyusun sebuah rancangan dan pelaksanaan keuangan negara yang bisa menunjang kegiatan ekonomi sejalan dengan prinsip ramah lingkungan.
“Di situlah letak APBN sebagai fungsi alokasi, yaitu memasukan risiko supaya ancaman dapat dicegah. Caranya bagaimana? Bisa dengan pajak karbon, optimalisasi fungsi subsidi dan sebagainya,” ucap Menkeu Sri Mulyani.