JAKARTA,Metapos.id – Anggota Komisi VII DPR Adian Yunus Yusak Napitupulu mendorong dibentuknya tim khusus untuk melakukan audit investigasi menyeluruh terkait sejumlah persoalan yang terjadi di PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan menyusul jawaban tertulis yang disampaikan Amman Mineral dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi VII DPR RI pada 10 November 2022 lalu terkesan janggal.
“Dalam jawaban tertulis, PT Amman Mineral di RDPU dengan DPR terlihat bahwa ada banyak hal hal penting dan mendasar yang coba diingkari atau ditutup-tutupi PT Amman Mineral. Dengan demikian, maka saya merasa perlu untuk mendorong RDPU kedua sesuai kesimpulan RDPU pertama,” ujar Adian dalam keterangan resminya, Kamis 1 Desember.
Adian menuturkan, sejumlah permasalahan yang diduga dilakukan oleh Amman Mineral antara lain soal kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Adian menegaskan, persoalan kewajiban CSR Amman Mineral harus segera direalisasikan tanpa penundaan.
“Berhitung dari jawaban Amman Mineral pada Komisi VII terkait jumlah CSR dari tahun 2017 hingga tahun 2022, maka ada kekurangan realisasi pembayaran sebesar hampir 15 juta dolar AS atau hampir mendekati Rp214 miliar,” jelas Adian.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam kesimpulan RDPU 10 November 2022, maka disepakati dengan DPR agar kekurangan realisasi tersebut direalisasikan dengan kewajiban CSR tahun 2023 sebesar 5,6 juta dolar AS ditambah 14,9 juta dolar AS atau sekitar 20,5 juta dolar AS yang diperkirakan jika dikonversi nilainya sebesar Rp307 miliar.
Kendati begitu, lanjut Adian, dalam jawaban Amman Mineral pada Komisi VII DPR RI, realisasi CSR tertunggak tersebut tetap tidak dimasukan dalam kewajiban CSR 2023.
Termasuk tidak menjawab secara detail CSR yang sudah disalurkan secara transparan.
Dengan demikian, Amman Mineral mengingkari hasil RDPU dengan Komisi VII.
“Ketidakpatuhan Amman Mineral dalam hal PPM (Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat) atau CSR tersebut bisa mendapatkan sanksi administratif dari negara sebagaimana ditegaskan dalam PP Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara pada Pasal 179 dan Pasal 180. Konsekuensinya, pada Pasal 185 sanksinya berupa penghentian operasi produksi dan bahkan pencabutan IUPK,” tegasnya.
Adian juga mendorong dibentuknya tim khusus guna menginvestigasi jatuhnya korban jiwa dalam kecelakaan kerja di Amman Mineral.
Menurut data yang didapatkan Adian dari masyarakat, ternyata PT Amman Mineral tidak jujur menyampaikan jumlah kecelakaan kerja dalam seluruh rangkaian proses produksi.
Informasi yang ia dapat, ada rangkaian kecelakaan yang terjadi di Amman Mineral. Pertama, pada 24 Febuari 2022, meninggal 1 orang bernama Rachmat Handi. Sementara dua orang lainnya, Muliadi dan Soeparto, mengalami cacat fisik.
“Kemudian pada Minggu, 24 Maret 2019, terjadi kecelakaan kerja di wilayah proyek Batu Hijau dengan korban bernama Agustiman berusia 49 tahun meninggal dunia dan 3 orang lainnya dirawat karena luka-luka. Lalu pada Jumat, 23 April 2021. Seorang karyawan sopir PT MacMahon (perusahaan mitra Amman Mineral) bernama Abdul Hakim meninggal dunia akibat kecelakaan Haultruck,” ungkap Adian.
Selanjutnya, pada 28 Desember 2019, seorang karyawan PT MacMahon bernama Herman berusia 34 tahun meninggal dunia karena terperangkap dalam runtuhan di dinding barat area Batu Hijau.
“Ketidakjujuran Amman Mineral dalam memberikan laporan tersebut menjadikan DPR RI perlu melakukan investigasi khusus dengan melibatkan instansi penegakan hukum dan kementerian terkait, untuk mencari tahu apakah masih ada korban jiwa lain yang tidak dilaporkan atau disembunyikan,” tegas Legislator Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat V ini.
Selain itu, Adian mendorong dibentuknya tim investigasi lingkungan hidup. Sebab, dalam RDPU, Amman Mineral tidak mencantumkan satu pun lembaga yang melakukan riset dan penelitian, serta hasilnya terkait lingkungan hidup.
“Sementara, logika masyarakat tetap mempertanyakan kemana 140.000 ton limbah per hari itu dibuang selama lebih dari 30 tahun? Apakah ada limbah yang kemudian dibuat menjadi batako, atau pengerasan jalan sebagaimana pengelolaan limbah di smelter nikel maupun FABA di PLTU,” imbuh Adian.
Terakhir, Adian ikut menyerukan pembentukan tim investigasi untuk mencari tahu alasan terkait hilangnya tiga serikat pekerja. Ketiganya yakni SPN, SPSI dan SPAT.
“PT Amman Mineral menjelaskan pada Komisi VII bahwa di Amman Mineral sudah dibentuk LKS (Lembaga Kerja Sama) Bipartit, namun Amman Mineral tidak menjelaskan kenapa dari tahun 2018 hingga 2019 hanya dalam beberapa bulan 3 serikat pekerja yaitu SPN, SPSI dan SPAT tiba tiba ‘menghilang’ dari Amman mineral,” beber Adian.
Menurut Adian, serikat pekerja merupakan kekuatan untuk bisa duduk sejajar dengan perusahaan dalam memperjuangkan hak hak dan kepentingan pekerja.
Posisi ini tidak bisa digantikan oleh LKS yang hanya lebih merupakan ruang perundingan bukan melakukan pengorganisasian pekerja sebagai upaya membangun kekuatan pekerja untuk sejajar dengan perusahaan di meja perundingan.
“Hilangnya 3 serikat pekerja tersebut dalam rentang beberapa bulan, menurut saya cukup penting untuk diinvestigasi secara mendalam. Karena tentunya janggal jika tidak sampai 12 bulan, 3 serikat pekerja menghilang tanpa bekas,” pungkas Adian.