JAKARTA,Metapos.id – BELUM genap dua bulan menjabat Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), tepatnya 58 hari, Prof Zudan Arif Fakrulloh dilantik Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian sebagai Penjabat (PJ) Gubernur Sulawesi Barat, Jumat (12/5/2023).
Setelah melalui proses pengusulan tiga nama dari DPRD Provinsi Sulbar yang dibawa ke Kemendagri, kemudian dibawa ke Istana untuk dilakukan Sidang Tim Penilai Akhir (TPA) yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama sejumlah Lembaga Negara terkait, Prof. Zudan akhirnya dipilih Presiden mengisi kekosongan kursi Gubernur Sulbar.
Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) tersebut diamanahkan tugas berat memimpin Sulbar dengan berbagai pekerjaan rumah (PR) besar untuk menjadi daerah maju dan sejahtera masyarakatnya. Permasalahan gizi kurang, stunting, akses mobilitas tidak memadai, kemiskinan ekstrem, dan tingginya angka putus sekolah menjadi sejumlah masalah serius.
Persoalan kian kompleks karena kini memasuki tahun politik serta anggaran pendapatan dan belanja daerah (APDB) terbatas. Ini seperti mengurai benang kusut, bukan pekerjaan membalikkan telapak tangan. Perlu keseriusan dan fokus untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada di provinsi dengan 1.436.842 penduduk itu.
Disambut Demo
Pertama kali menginjakkan kaki di Provinsi dengan julukan seribu sungai, Pj Gubernur Sulbar Prof. Zudan langsung disambut aksi demo mahasiswa dan elemen masyarakat di Bandara Tampa Padang, Kabupaten Mamuju. Dengan santai Prof. Zudan menghampiri pendemo dan mengajak silaturahmi. “Ayo ketemu. Kalau bisa jangan demo, silaturahmi saja,” kata Zudan hangat. Di Senin kedua setelah dilantik, Prof. Zudan yang baru tiba di Rumah Dinasnya pagi hari, juga kembali disambut demo, kali ini oleh Aliansi BEM se-Kampus UNIKA dan membawa 13 tuntutan. Bukannya menghindar, atau meminta perwakilan mahasiswa untuk masuk ke rumah dinas, Prof. Zudan malah mendatangi pendemo dan duduk bareng, lesehan di tengah massa aksi untuk menyerap aspirasi. Begitulah cara Pj Gubernur Sulbar Prof. Zudan memanusiakan manusia. Bahasa Jawanya: nguwongke uwong. Tak heran, banyak warga dan para Pejabat serta awak media yang merasa nyaman dengan Pemimpin barunya tersebut, selain cerdas, Zudan dianggap sangat humble dan merakyat.
Berbekal pengalaman sebagai abdi negara sejak 1999, Zudan Arif Fakrulloh menatap dengan yakin masa depan Sulbar di tangannya sekalipun hanya diamanahkan sebagai Penjabat Gubernur selama setahun. Sejak dilantik, ia langsung tancap gas menjalankan anjuran Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Prof. Jenderal Muhammad Tito Karnavian, Ph.D: rajin blusukan dan menemui berbagai pihak untuk belanja masalah serta solusi sekaligus membangun komunikasi dan sinergisitas.
“Setelah melihat pemetaan lapangan, apa yang disampaikan oleh Pak Menteri itu betul, kita harus turun dan seminggu ini kita juga sudah melakukan itu,” katanya.
Berbagai pihak sudah ditemuinya, dari awak media, tokoh masyarakat, akademisi hingga para pemuka agama. Terik panas matahari tak menghentikan langkahnya demi kesejahteraan masyarakat “Seribu Sungai”. Semua dilaluinya riang gembira. Ini terpancar dari semangatnya untuk kembali blusukan ke berbagai kabupaten/kota di Sulbar yang menyeruak saat berbincang.
“Di minggu ini, kita juga akan bergerak ke kabupaten yang lain, seperti di Majene, Polewari Mandar, nanti ke Mamuju Tengah, dan di Pasangkayu,” ucap Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) itu.
Usai belanja masalah, Zudan sudah menyiapkan formula ideal untuk membangun Sulbar. Strategi utama yang diusungnya adalah penjenamaan (branding) dan pemasaran (marketing). Pengarusutamaan branding dengan mengubah pola pikir (mindset) para aparatur sipil negara (ASN). Tidak lagi menggunakan media sosial, baik milik pribadi maupun instansi, untuk mempromosikan para pejabat atau pimpinan, tetapi produk unggulan daerah.
“[Dinas] PTSP jangan mem-branding kepala PTSP-nya, tapi produk PTSP: perizinan tambang, perizinan batu bara, perizinan pasir, perizinan kelapa sawit. Itu yang di-branding, kemudahannya. [Dinas] UMKM [mempromosikan] produksi cokelat, produksi rotan, produksi kopi, itu yang di-branding, jangan buka tutup acara dari kepala dinasnya,” tuturnya.
Sulbar termasuk salah satu daerah dengan ketersediaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, dari yang terkubur di dalam tanah ataupun laut hingga yang tumbuh dan berbuah di atasnya. Cokelat kopi, kelapa, cengkeh, emas, batu bara, dan minyak bumi, misalnya.
Sulbar juga memiliki aneka ragam kuliner khas, seperti jepa, golla kambu, sambusa, kue bikang, loka sattai, kue paso, kue kui-kui, pupu, kambeong, gogos kambu, lokasari, dan penja. Zudan hingga kini masih terus menggali apa yang layak untuk diusung sebagai ikon Sulbar. Para ASN pemerintah provinsi (pemprov) pun dipancingnya agar aktif mengusulkan berbagai produk khas berikut profilnya sehingga bisa mengangkat pamor daerah.
Ia tak asal dalam menentukan. Sebab, mempunyai efek berganda (multiplier effect). Zudan mencontohkannya dengan Kabupaten Sleman, DIY, yang terkenal karena menjadi daerah penghasil salak pondoh. “Bali punya salak bali, tapi sekarang kalah dengan salak pondoh.”
“Yang kuat sekali branding-nya Palembang, pempek. Jambi-Bangka Belitung ada, tapi [orang tahunya] pempek dari Palembang, ya. Itu pemdanya menyediakan produknya dan itu diteruskan. itu harus dibangun, harus by design, enggak bisa dibiarkan,” sambungnya.
Selain karena masyarakat asli yang mengetahui kulturnya, eks Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) ini meminta para ASN Sulbar menyusun produk unggulan juga bertujuan stimulus jiwa wirausaha di lingkungan pemerintahan sekaligus menumbuhkan partisipasi dari bawah.
“Jarang sekali ASN memikirkan branding-marketing itu. Jadi, seolah-olah miliknya pengusaha. Padahal, pemerintah harus membangun ASN yang berjiwa wirausaha karena harus cari duit pemda itu. APBD-nya, kan, harus asli dari pendapatan daerah. Kalau ekonomi berputar, restoran berputar, pajak dari restoran kabupaten/kota akan masuk, [daerah] hidup, retribusinya bagus nanti,” paparnya.
Pemerintah memiliki keterbatasan untuk melakukan pembangunan. Zudan tak tutup mata dengan fakta ini. Mantan Pj. Gubernur Gorontalo ini pun akan mengedepankan pendekatan kolaborasi dalam pembangunan daerah dan penyelesaian beragam masalah yang ada. Dicontohkannya dengan mengajak institusi pendidikan turut tergerak mencari solusi kemiskinan ekstrem dan mencegah terjadinya perkawinan anak serta mengajak swasta turut mengucurkan beasiswa guna menekan angka putus sekolah.
Zudan mafhum bahwa perlu sinergisitas dan hubungan harmonis agar kolaborasi dengan berbagai pihak terlaksana dengan baik. Pun demikian dengan DPRD, yang baginya “satu rumah beda kamar” dengan eksekutif lantaran sama-sama unsur penyelenggaraan pemda.
“Jadi, kalau gubernurnya jelek, berarti DPRD-nya ikut jelek, berarti awasinnya ikut jelek karena ini satu paket. Dua-duanya harus berjalan bagus. Nah, maka kita harus tunduk pada rencana pembangunan daerah. Kita harus fokus di situ,” ucap dosen sejumlah perguruan tinggi ini.
Komunikasi merupakan kunci agar relasi dengan pihak lain terbangun dan kuat. Zudan pun mengutamakan kegiatan informal dengan berbagai elemen agar kedekatan tersebut tercipta. “Metodenya? Kita harus ngopi bareng, duduk bareng.”
Ia juga tak segan-segan mengadopsi hal baik yang ada di daerah bahkan negara lain. Ia tergiur dengan apiknya pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan kultur bekerja di Jepang, termasuk semangat pantang menyerah. Ini memantiknya untuk mengoptimalkan kerja sama dengan provinsi lain di “Negeri Sakura” atau sister province yang telah terbangun.
“Kemudian, bekerja harus bisa dari mana pun (work from anywhere). Itu yang bisa harus ditiru karena kita paham Sulawesi Barat itu jalur penerbangannya sulit, harus di luar daerah beberapa hari. Maka, kita harus ubah cara bekerjanya menjadi working from anywhere, bisa kerja dari mana pun. Itu langkah yang saya dorong terus-menerus,” ungkapnya.
Perkembangan teknologi yang cepat menjadi peluang untuk mengakselerasi kerja-kerja pemerintahan. Pengalaman memberlakukan tanda tangan digital (e-sign) saat mengomandoi Ditjen Dukcapil akan dibawanya ke Pemprov Sulbar. Dus, para ASN dapat bekerja dari mana saja.
“Salah satu lambatnya pelayanan ini adalah ketika PNS dinas luar, itu layanannya berhenti. Maka, saya dorong sebulan ini semua harus bisa e-sign. Kalau dengan tanda tangan digital atau digital signature itu ritme kerja akan tambah cepat. Ini yang kita dorong,” ujarnya.
Tak butuh waktu lama, 10 hari Zudan di Sulbar, ASN Pemprov mulai menerapkan digitalisasi dengan tandatangan elektronik.
“Hanya dalam 10 hari kerja para ASN Pemprov bertransformasi tata kelola bergerak dengan menggunakn tanda tangan elektronik.”
Dimulai sejak 14 Mei para ASN berlatih menerapkan tanda Elektronik semua naskah dinas terutama surat menyurat internal maupun eksternal.
“Dalam 10 hari terdapat 37 OPD sudah bisa menerapkan, semua surat-surat bisa diproses dimana pun berada, karena sudah menerapkan tanda tangan elektronik, sudah dengan QR Code,” ucapnya.
Dengan begitu para ASN tidak lagi menggunakan tanda tangan bolpoin dan cap stempel. Sehingga para ASN dapat mengerjakan tugas dinas dimana pun. Sehingga tidak ada alasan keterlambatan pelayanan publik karena pejabatnya sedang dinas luar, sedang rapat, sedang di Jakarta atau tidak sedang di kantor.
Di sisi lain, tahun politik menjadi tantangan bagi pemda yang APBD-nya kecil, termasuk Sulbar, karena harus mengucurkan anggaran kepada lembaga penyelenggara pemilu agar pesta demokrasi berjalan sesuai tahapan yang telah ditentukan. Zudan sudah menyiapkan strategi untuk mengakali tantangan ini tanpa harus mengurangi pelayanan publik, terutama pembangunan infrastruktur dasar dan program-program yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Uang ke masyarakat enggak boleh berkurang. Maka, kita harus berhemat beberapa pos. Misalnya, perjalanan dinas bagaimana kalau kita cek? Listrik bagaimana kemudian kayak rapat-rapat di hotel itu bisa enggak pindah di kantor saja? Nah, kita harus ada kesadaran bersama yang kita bangun bersama ASN,” katanya.
Kemendagri pun akan digandeng Zudan agar setiap sen uang negara yang dikucurkan Pemprov Sulbar tepat sasaran dan tepat guna. Pangkalnya, kesalahan melakukan pendataan, seperti jumlah stunting dan kemiskinan ekstrem, berakibat fatal: perencanaan pembangunan tidak akurat. “Dan itu, kan, sebenarnya pengunaan dananya bisa di-tracking. Nah, cara men-tracking anggaran itu bisa melalui evaluasi APBD di Kementerian Dalam Negeri.”