Jakarta , Metapos.id – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 akan mengalami defisit sebesar 2,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2024.
“Defisi fiskal pun juga diperkirakan akan tetap berada di kisaran 2,2 persen terhadap PDB hingga akhir tahun ini,” ujarnya, Jumat, 28 Juni.
Josua menyampaikan hal tersebut berdasarkan realisasi sementara APBN 2024 hingga Mei 2024 tercatat defisit sebesar Rp21,8 triliun atau 0,1 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dibandingkan Mei 2023 dimana APBN tercatat surplus 0,97 persen terhadap PDB.
Menurut Josua defisit fiskal yang tercatat pada bulan Mei 2024 dipengaruhi oleh penurunan penerimaan pajak yang turun 8,4 persen secara year on year (yoy) dan PNBP juga turun sekitar 3,3 persen (yoy) dari posisi Mei 2023.
“Penurunan penerimaan pajak dipengaruhi oleh normalisasi harga komoditas ekspor terutama produk pertambangan sehingga terefleksi juga dengan PPh badan sektor pertambangan yang mengalami kontraksi,” jelasnya.
Sementara itu, Josua menyampaikan belanja negara cenderung meningkat sekitar 14 persen (yoy) dari realisasi periode yang sama tahun 2023 yang lalu.
Menurut Josua belanja Kementerian/Lembaga (K/L) cenderung meningkat dipengaruhi oleh penyerapan belanja terkait kegiatan pemilu dan bantuan sosial dalam rangka memitigasi dampak El Nino khususnya kepada masyarakat berpengahasilan rendah.
Josua menyampaikan belanja yang terakselerasi pada umumnya memberikan indikasi bahwa perekonomian cenderung solid terutama dalam rangka menopang konsumsi masyarakat.
“Terbukti pada kuartal I-2024 pertumbuhan ekononi tercatat 5,11 persen dan diperkirakan tren positif ini masih akan berlanjut pada kuartal II-2024,” ujarnya.
Ke depannya, Josua menyampaikan dengan mempertimbangkan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi terutama dari komponen ekspor diperkirakan akan cenderung terbatas khususnya di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi global.
Oleh sebab itu, menurut Josua belanja pemerintah perlu didorong peningkatan produktivitasnya yang dapat mengakselerasi konsumsi masyarakat dan menjaga iklim investasi terutama proyek-proyek infrastruktur (kaitannya dengan belanja modal) yang tentunya memiliki efek berganda yang tinggi pada perekonomian.
“Dengan demikian pertumbuhan ekonomi diharapkan akan tetap terjaga baik di kisarn 5 persen” pungkasnya.