Jakarta, Metapos.id – Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, menjelaskan, faktor yang memengaruhi penurunan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa, 8 April, yaitu kebijakan tarif dagang yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Nico menyampaikan kebijakan ini memberikan dampak global yang signifikan, mengingat tidak semua negara bersedia melakukan negosiasi, seperti yang terlihat pada Tiongkok yang justru memberikan tarif balasan sehingga menambah ketidakpastian di pasar.
“Hal ini tentu saja menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan. Belum lagi, tidak semua negara ingin melakukan negosiasi, seperti Tiongkok yang justru memberikan tarif balasan. Hal ini menambah ketidakpastian yang ada di pasar,” ujarnya, Selasa, 8 April.
Nico menambahkan, jika pemerintah Indonesia tidak segera melakukan evaluasi kebijakan dan mitigasi risiko terkait dampak tarif tersebut, tekanan terhadap perekonomian Indonesia akan semakin besar, mengingat ketergantungan Indonesia pada Tiongkok sebagai mitra dagang utama.
Sementara itu, Nico menyampaikan Tiongkok sendiri mengalami defisit besar dengan Amerika Serikat, yang berpotensi memberikan dampak negatif bagi Indonesia.
Menurut dia, kenaikan harga yang terjadi di pasar, disertai dengan melemahnya daya beli, bisa menyebabkan stagflasi di masa depan, di mana pertumbuhan ekonomi melambat namun inflasi tetap tinggi.
“Hal ini tentu juga akan memberikan tekanan kepada kita sebagai mitra dagang terbesar dengan Tiongkok.
Di mana harga akan mengalami kenaikkan, sementara daya beli akan melemah hingga berpotensi menyebabkan stagflasi di masa yang akan datang. Pertumbuhan lambat, namun inflasi tinggi,” jelasnya.
Selain itu, Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi menilai, pergerakan IHSG hari ini akibat adanya faktor dan dinamika di global pada saat libur Lebaran 2025.
Menurutnya, hal ini sesuai dengan ekspektasi yang menyebabkan adanya penyesuaian pasar dengan tekanan jual yang besar, hingga terjadi trading halt atau penurunan lebih dari 8 persen pada IHSG.
Audi berpandangan ini untuk meredam derasnya aksi jual oleh pasar, jika Auto Reject Bottom (ARB) tetap simetris maka kekhawatiran anjlok lebih dalam sangat terbuka.
Adapun Auto Reject Bottom untuk seluruh harga saham menjadi 15 persen, serta memperlebar batasan trading halt menjadi penurunan 8 persen untuk IHSG.
“Kami melihat ini akan lebih bersifat jangka pendek untuk meredam aktivitas pasar, karna pada dasarnya kekhawatiran ini ditimbulkan faktor ekonomi makro dan kebijakan tarif Trump,” ujarnya.
Audi berpendapat yang dibutuhkan untuk meredakan tekanan pasar adalah langkah strategis pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, meyakinkan pasar pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5 persen, dan menyusun strategi praktis untuk menjaga surplus perdagangan Indonesia.
Dia menyampaikan tekanan pada IHSG diperkirakan masih akan berlanjut.
Namun, lanjut Audi, dengan perkirakan IHSG akan mampu bertahan di atas level support psikologis 6.000, dengan asumsi adanya perubahan batas ARB menjadi 15 persen untuk seluruh seluruh harga.
“IHSG merefleksikan kondisi ekonomi sehingga kami berpandangan penurunan IHSG ini adalah gambaran kekhawatiran pasar dengan sentimen yang terjadi di atas,” pungkas Audi.