Metapos.id, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PPP, Achmad Baidowi, menilai putusan Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor CPO dan minyak goreng harus disertai dengan antisipasi akan adanya lonjakan harga usai Idulfitri mendatang.
Pasalnya, larangan tersebut tidak serta merta menyelesaikan masalah minyak goreng yang sudah berlangsung berbulan-bulan ini. Khususnya, bagi industri usaha kecil dan menengah, misalnya para pelaku usaha kuliner seperti warung makan.
Menurut Baidowi, meskipun ekspor minyak goreng telah dilarang, namun pemerintah tidak boleh lengah dengan stok dan kebutuhan minyak goreng di dalam negeri.
“Sejalan dengan pelonggaran aktivitas masyarakat di luar rumah, permintaan makanan akan terus meningkat. Meski ada devisa ekspor yang hilang, mengantisipasi kelangkaan minyak goreng dan menjaga stabilitas harga jauh lebih mendesak untuk jangka pendek,” ujar Baidowi, Senin, 25 April.
Sekretaris Fraksi PPP itu pun mempertanyakan soal pelarangan ekspor minyak goreng tersebut, apakah berlaku untuk seluruh CPO atau tidak. Sebab kata dia, hanya RBD olein yang menjadi bahan baku minyak goreng curah, minyak goreng kemasan sederhana, dan kemasan premium.
“Tampaknya hanya RBD olein atau bahan baku minyak goreng yang dilarang ekspor, sementara produk turunan CPO lain tidak dilarang. Pengusaha masih bisa leluasa mengekspor produk CPO selain RBD olein,” kata Baidowi.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk minyak goreng. Larangan ini mulai akan berlaku pada Kamis, 28 April mendatang.
“Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng,” kata Jokowi Jumat, 22 April.