Jakarta, Metapos.id – Kementerian Perindustrian terus memantau industri minyak goreng sawit (MGS) untuk menjalankan kewajibannya menyediakan minyak goreng curah (MGC) subsidi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika mengatakan pemerintah telah merombak total kebijakan terkait penyediaan minyak goreng curah, dari yang semula berbasis perdagangan menjadi kebijakan berbasis industri.
Kata Putu, kebijakan berbasis industri ini juga diperkuat dengan penggunaan teknologi informasi berupa Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dalam pengelolaan dan pengawasan produksi distribusi minyak goreng curah.
Seperti diketahui, fokus pemenuhan pasokan MGS tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Putu mengatakan di dalam Permenperin 8 Tahun 2022 diatur mengenai proses bisnis program minyak goreng curah bersubsidi mulai dari registrasi, produksi, distribusi, pembayaran klaim subsidi, hingga larangan dan pengawasan.
“Dengan kebijakan berbasis industri, pemerintah bisa mengatur bahan baku, produksi dan distribusi MGS Curah dengan lebih baik, sehingga pasokannya selalu tersedia pada harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET),” tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis, 31 Maret.
Karena itu, Kemenperin terus mendorong produsen hingga distributor yang menjalankan kewajiban menyalurkan minyak goreng curah bersubsidi agar melaporkan realisasi penyaluran melalui SIMIRAH.
Putu mengatakan penggunaan teknologi informasi dalam pengawasan dan pengendalian produksi hingga distribusi dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, kredibilitas dan akuntabilitas penyaluran minyak goreng curah secara paripurna dari pabrik hingga ke konsumen akhir masyarakat, usaha mikro dan usaha kecil.
“Dari 81 pabrik MGS pada basis data kami, sampai dengan saat ini sudah ada 74 produsen yang terdaftar telah mendapatkan Nomor Registrasi SIINAS,” sebutnya.
Dari pantauan Kementerian Perindustrian, kata Putu, seluruh perusahaan pemilik Nomor Registrasi SIINAS telah memproduksi dan mengalokasikan Minyak Goreng Curah sekitar dua kali lipat dari kebutuhan harian nasional.
“Seluruh perusahaan yang sudah memiliki Nomor Registrasi SIINAS telah memproduksi Minyak Goreng Curah sekitar 14.000 ton per hari. Jadi sudah dua kali lipat dari kebutuhan harian Minyak Goreng Curah nasional,” ungkap Putu.
Tak hanya produsen saja, kebijakan penyediaan berbasis industri juga mewajibkan seluruh distributor yang menyalurkan minyak goreng curah bersubsidi, mulai dari distributor 1 (D1), Distributor 2 (D2) dan lini distribusi di bawahnya untuk mendaftar di SIMIRAH.
Seluruh data transaksi penjualan/penyerahan MInyak Goreng Curah Bersubsidi akan direkam melalui SIMIRAH sehingga alur alir Minyak Goreng Curah Bersubsidi dapat ditelusuri secara realtime.
“Jadi nantinya produsen akan terdaftar bersama para distributornya hingga keterangan di pasar mana Minyak Goreng Curah tersebut disalurkan/dijual,” ucapnya.
Untuk itu, Kemenperin akan terus melakukan pendekatan kepada produsen dan seluruh distributor hingga pengecer agar terdaftar dan aktif menggunakan pada SIMIRAH.
“Kami akan terus memberikan sosialisasi, bimbingan teknis, dan pendampingan kepada para produsen, para distributor, serta pengecer Minyak Goreng Curah Bersubsidi ini, agar SIMIRAH ini semakin dikenal dan mahir digunakan oleh para pelaku usaha,” kata Putu.
Industri bisa klaim pembayaran subsidi ke BPDPKS
Putu juga mengatakan industri yang telah memproduksi dan mendistribusikan produk Minyak Goreng Curah dapat mengajukan klaim pembayaran Subsidi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Pengajuan klaim ini dilakukan berdasarkan rekapitulasi data yang masuk pada SIMIRAH untuk kemudian diverifikasi oleh Kemenperin berdasarkan bukti klaim yang telah diverifikasi,” kata Putu.
BPDPKS akan melakukan penggantian selisih Harga Eceran Tertinggi (HET) dengan Harga Acuan Keekonomian (HAK) atas volume penyaluran yang telah diverifikasi pada periode tertentu. Besaran HAK Minyak Goreng Curah untuk periode 16-31 Maret 2022 ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Utama BPDPKS Nomor 147 Tahun 2022, sebesar Rp21.034 per kilogram atau Rp18.930 per liter.
Sementara itu, besaran HAK Minyak Goreng Curah periode periode 1-30 April 2022 ditetapkan sebesar Rp21.034 per kg atau Rp18.930 per liter, yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Utama BPDPKS Nomor 149 Tahun 2022.
“Jadi, HAK itu digunakan sebagai referensi pembayaran subsidi. Besaran subsidi dibayarkan adalah selisih HAK dikurangi HET. Selisih tersebut adalah angka yang akan dibayarkan oleh BPDPKS,” jelas Putu.
Ketentuan harga penyerahan MGS curah di lini distribusi sebagaimana terdantum dalam Perdirjen Industri Agro No 1 Tahun 2022, yaitu harga jual pengecer ke konsumen maksimal Rp15.500 per kilogram, harga jual distributor ke pengecer maksimal Rp14.389 per kilogram, dan harga jual pabrik ke distributor maksimal Rp13.333 per kilogram.
“Ketentuan Harga Penyerahan di atas harus ditaati oleh produsen, distributor, dan pengecer untuk menjaga masyarakat serta pelaku usaha mikro dan kecil mendapatkan MGS Curah sesuai HET Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kg,” ungkap Putu.
Sekadar informasi, ketentuan harga berlaku untuk transaksi penyerahan tanggal 16-31 Maret 2022. Sementara, HAK khusus untuk lima provinsi khusus yakni NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat pada prinsipnya sama dengan HAK nasional.
Namun, ada tambahan ongkos angkut dan sarana angkut (berupa jeriken nonreturnable) sebesar Rp 2.190 per liter di NTT. Sementara, untuk Maluku dan Maluku Utara Rp2.100 per liter, serta Papua dan Papua Barat Rp2.550 per liter.
Pemerintah juga menugaskan BUMN pangan (IdFoods PT. PPI, PT Rajawali Nusindo Indonesia, dsb) untuk membantu percepatan menyalurkan MGS curah bersubdisi di seluruh wilayah yang membutuhkan tambahan distributor.