JAKARTA,Metapos.id – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau Bank BRI mencatat penjualan surat utang negara atau Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI023 melalui BRI mencapai angka Rp2,07 triliun atau meningkat 2 kali lipat dari ORI sebelumnya, ORI022 senilai Rp1,01 triliun).
Direktur Bisnis Konsumer BRI Handayani merincikan, penjualan yang paling diminati adalah tenor 3 tahun (ORI023 – T3) yakni sebesar Rp1,51 triliun, lebih banyak dibanding penjualan tenor 6 tahun (ORI023 – T6) di angka Rp556 miliar.
“Alasannya karena untuk jangka waktunya masih terbilang tidak terlalu panjang, dengan kupon yang masih cukup menarik di atas rata-rata suku bunga deposito perbankan,” ujar Handayani kepada media yang dikutip Kamis 27 Juli.
Ia melanjutkan, tingginya minat investor membeli ORI023 disebabkan faktor keamanan dan tingkat kupon yang menarik yaitu 5,90 persen untuk tenor 3 tahun dan 6,10 persen untuk tenor 6 tahun.
“Selain itu tarif Pph final ORI023 relatif rendah yaitu sebesar 10 persen” imbuh Handayani.
Lebih jauh ia menjelaskan jika ORI023 juga bersifat tradable atau dapat diperjualbelikan sehingga nanti investor dapat menjual ORI023 sebelum jatuh tempo di pasar sekunder.
“Keuntungan lainnya adalah ORI023 bisa di jadikan agunan kredit,” lanjutnya.
Handayani juga menjelaskan, berdasarkan demografi, investor pembeli terbanyak di BRI berasal dari generasi Gen X sebesar 45 persen, generasi Baby Boomers sebesar 31 persen, generasi Y sebesar 20 persen, dan generasi Z sebanyak 4 persen. Mayoritas investor merupakan wiraswasta dan berasal dari wilayah Jabodetabek (40 persen) dan wilayah Pulau Jawa (31 persen).
Ia menambahkan jika pada bulan Agustus 2023 mendatang, Pemerintah akan kembali menerbitkan SBSN, yaitu Sukuk Negara Ritel (SR) seri SR019 dimana masa penawarannya direncanakan tanggal 18 Agustus hingga 13 September 2023.
Asal tahu saja, permintaan investor terhadap surat utang negara atau Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI023 dikonfirmasi mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah pada Senin, 17 Juli 2023 lalu. Pemerintah yang awalnya menetapkan target sebesar Rp20 triliun, kemudian naik menjadi Rp25 triliun, dan terakhir naik menjadi Rp28,9 triliun.