Jakarta, Metapos.id – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Indonesia membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) untuk berinvestasi di Indonesia dan sebaliknya mendorong perusahaan Indonesia untuk berinvestasi di AS.
Adapun hal tersebut termasuk dalam bentuk negosiasi dari Indonesia terhadap tarif bea masuk yang dikenakan oleh pemerintah Amerika Serikat, di mana saat ini dikenai tarif sebesar 32 persen dan tengah dalam masa peninjauan selama 90 hari.
“Secara teknis juga Indonesia juga akan ada selain mengundang investasi Amerika di Indonesia. Indonesia juga akan ada perusahaan yang akan investasi di Amerika,” ujarnya kepada awak media, Senin, 14 April.
Meski demikian, Airlangga belum dapat menjelaskan secara rinci terkait perusahaan mana dan komoditas apa yang akan melakukan berinvestasi dan sebaliknya mendapatkan investasi.
“Sehingga seluruhnya tentu tergantung daripada pembicaraan nanti,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todo Tua Pasaribu menyampaikan bahwa sektor strategis yang tengah dipertimbangkan untuk investasi di luar negeri mencakup industri migas (oil and gas).
“Salah satu yang strategis kan oil and gas. Buka perusahaan atau kita ngeliat line up bisnisnya kan sebenarnya beberapa investasi kita yang diluar kan sudah pernah terjadi, salah satunya itu industri nya di oil and gas melalui anak perusahaan pertamina Tapi kita liat lah strateginya seperti apa belum tau,” ujar Todo.
Todo menambahkan saat ini pihaknya masih melihat dan memitigasi potensi strategisnya lebih lanjut.
Selain itu, Todo menyampaikan juga sektor teknologi juga menjadi fokus lantaran secara strategis perusahaan AI di luar negeri, dapat di pertimbangkan sejalan dengan upaya kita untuk memperkuat riset dan pengembangan (R&D) dalam negeri.
“Bisa juga dengan, teknologi artinya kan secara strategi nya yang kita liat Kita bisa berinvestasi ke sana yang juga nanti in-line nya bisa kita absorb untuk kepentingan di negara kita juga kan Ini yang lagi dimitigasi,” tuturnya.
Menanggapi pertanyaan mengenai jenis perusahaan yang terlibat, Todo menegaskan bahwa strategi investasi lebih diarahkan melalui perusahaan BUMN, dengan memanfaatkan fleksibilitas yang ada pasca pembentukan Danantara.
“Kita harapkan harus pake strategik kita, pake strategik BUMN kita lah artinya dengan adanya danantara kan sebenernya strategik itu baik kita berinvestasi dalam negeri maupun di luar negeri Kan bisa jauh lebih fleksibel daripada sebelum danantara,” imbuhnya.
Todo menyampaikan beberapa BUMN juga telah memiliki portofolio investasi luar negeri, seperti kilang offshore, akuisisi sumur, hingga sektor midstream.
Momentum ini lah, kalau kita liat portfolio nya, beberapa BUMN kita kan memang sudah pernah berinvestasi di luar Maksudnya bentuknya kayak di kilang offshore Bisa akuisisi sumur, bisa di upstream nya, midstream nya tapi mostly kayak begitu,” ucapnya.
Ia juga membuka kemungkinan untuk keterlibatan dalam proyek kolaboratif di luar negeri, termasuk di Amerika Serikat.
“Kan combine investment kan juga boleh Gak perlu harus kita kan Kita bisa ikut dalam project part of bagian daripada itu tetapi selain memang strategik getting margin Kita juga punya strategik bisa mendapatkan leverage daripada riset pengetahuan teknologinya kan strateginya itu Kan tidak ada masalah,” tutup Todo.